Menangani Service Di Restaurant



Bagikan melalui :





Awalnya diminta memberikan pelatihan Customer Service, kami menyampaikan jika inginkan hasil maka tanpa pengukuran dan feedback maka sulit untuk terjadi perubahan. Direksi sepakat untuk dilakukan pemantauan selama 8 bulan.

Agar tak memberatkan pemilik maka kami lakukan Analisa lebih dulu agar kami bisa hasilkan efisiensi yang dapat untuk membayar fee konsultan. Restaurant gudeg di solo, khusus menjual masakan Indonesia dan chinese food. Dapur untuk Indonesian food ada di lantai bawah dan dapur Chinese food ada dilantai 2, agar service menjadi lebih cepat.

Namun harapan ini tidak bisa terwujud karena customer yang datang tidak diarahkan. Seharusnya, setiap cutomer yang datang ditanya apakah sudah pesan tempat sebelumnya? untuk berapa orang, baru kemudian diarahkan untuk mengambil tempat. Tak ada fungsi ini maka perlu diadakan pembagian tugas dan jobdes nya.

Setelah diskusi dengan pemilik maka kami mengusulkan agar dapur semua difungsikan di bawah agar biaya lift untuk menaikkan makanan tidak terlalu besar. Tetapi biaya untuk pemindahan dan renovasi cukup besar pak. Besar kecil itu relatif, bisa diukur dari efisiensi yang dihasilkan. Berapa kali target efisiensi untuk dapat menutup biaya pemindahan dan renovasi. Direksi sampaikan 2 tahun, sudah cukup baik.

Setelah pemindahan dapur, service customer diarahkan ke lantai bawah, setelah penuh baru diarahkan keatas, kecuali customer dalam jumlah besar bisa diarahkan ke lantai 2. Setelah dilakukan pengaturan terjadi efisiensi biaya listrik yang cukup besar hingga capai 32 juta per bulan dan ini berarti dapat diselesaikan tidak sampai 2 tahun.

Bagaimana menerapkan senyum dalam melayani pelanggan? Kami membuat tulisan tentang manfaat senyum sebanyak 31 halaman dengan maksud dapat dibacakan selama sebulan penuh sesuai dengan tanggal hari penyampaian. Karyawan secara bergilir membacakan buku manfaat tersenyum. Pengulangan mampu menciptakan kebiasaan dan kemudahan untuk memberikan umpan balik. Kami juga meminta manajemen memasang beberapa kaca untuk mengingatkan mereka untuk selalu tersenyum. Setiap pengarahan sebelum kerja, leader menyampaikan Latihan tersenyum dalam 20 hitungan dan mengkoreksi yang kurang tersenyum.

Dalam pemantauan ternyata tidak mudah untuk membentuk kebiasaan tersenyum ini. Karena membuat program harus totalitas. Kami dapatkan fakta bahwa waitress berusaha tersenyum, tetapi menghadapi pelanggan yang complain karena pelayanan kurang cepat dan tanggapan dari pembuat minuman yang tidak mengenakkan dengan ucapannya. “matamu nggak ndelok yo, iki yo nggak ke ngangguren”, pernyataan ini membuat waitres sulit untuk tersenyum.

Akhirnya pemilik menghendaki semua karyawannya ikut dalam pembahasan service excellent. Jika tak dilakukan totalitas, berarti setengah-setengah dan tak ada hasil dengan yang setengah-setengah. Masuklah ke dalam islam secara kaffah atau totalitas. Maka ilmu manajemen juga lakukan dengan istilah totalitas, Total Quality Management, Total Quality Control, Total Productive Maintenance. Maka program Latihan berpikir Active Learning mengajarkan pada semua karyawan, menciptakan kerangka berpikir yang sama antar karyawan dan leader. Dengan pemahaman yang sama maka program lebih cepat hasilkan perbaikan, banyak dukungan dan mengurangi penolakan kecuali penolakan untuk belajar yang menjadi sifat dasar manusia sejak kecil. Ketegasan dan komitmen leader sangat menentukan hasil. Pernyataan seorang Direksi yang ada juga ada dalam group linkedin ini, program harus berjalan dengan komitmen dan komitmen itu bersumber dari atas. Luar biasa pengaruhnya, karyawan yang off dan rumah tinggalnya di Madura bersedia datang ketika ada jadual bimbingan, pengerjaan atau target syarat perpanjangan kontrak akan berakhir.

Salam improvement


Bila bermanfaat, bagikan melalui :