Mengurangi Tingkat Turnover



Bagikan melalui :

Mengurangi Tingkat Turnover

Penulis : Drs. Psi. Reksa Boeana - Tanggal : 22-Jan-2024





Dalam forum diskusi HR, pembahasan tentang bagaimana mengurangi tingkat turn over, sehingga terbuka peluang melakukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Dalam pertemuan, ada saja HR yang mengatakan bahwa tingkat turn over ditempat dia kecil, tetapi ketika dibahas lebih dalam, apa penyebab karyawan yang keluar, mereka tak detail memberikan penjelasan. Sedangkan rekan yang turn overnya lebih besar, merasa penting diskusi ini.

Sebetulnya yang perlu dikembangkan oleh HR adalah kemampuan Analisa atas kondisi bisnisnya dan kemampuan untuk identifikasi sumber permasalahannya. Bukan ukuran data tingkat turn over. Perusahaan yang bergerak dibidang retail bisnis, F&B yang tak membutuhkan penguasaan product knowledge atau yang sejenis tentu tidak mengharapkan karyawan bergabung lama di perusahaan. Banyak sumber tenaga kerja yang bisa menggantikan skill yang dibutuhkan.

Perusahaan yang memiliki tingkat turnover yang tinggi perlu menerapkan strategi untuk memberikan pelatihan cepat dimana karyawan baru dalam waktu singkat dapat menguasai ketrampilan sesuai yang dibutuhkan. Justru karyawan yang bergabung dibataskan kontrak kerjanya. Dengan terlalu lama karyawan bergabung dapat menimbulkan masalah, karena perusahaan bersaing dengan pasar tradisional yang gaji karyawannya tentu saja di bawah UMK. Karir kerja di perusahaan ini juga pendek sehingga harus dapat perhatian khusus dari rekan HR.

Apa saja faktor penyebab turnover yang perlu dipahami oleh rekan HR sehingga dapat menentukan strategi perbaikannya.

1.    Gaji yang rendah

Gaji rendah bukan satu-satunya alasan karyawan mengundurkan diri. Karyawan yang bergabung di perusahaan tentu telah disampaikan tentang besaran gaji yang akan diterimanya. Karyawan telah sepakat dengan besaran gaji yang diterima. Tetapi adakah peluang karyawan mendapatkan kenaikan gaji, apakah tim HR telah menjelaskan peluang ini dengan ukuran yang jelas sehingga karyawan bersedia tetap berada di perusahaan. Banyak juga karyawan yang menerima gaji dibawah UMK tetapi tetap memilih bekerja di perusahaan karena situasi kekeluargaan, punya banyak kesempatan belajar yang diberikan dan peluang karir yang lebh baik ketika mereka keluar dari perusahaan.

2.    Beban kerja berlebih

Tak diberikannya kesempatan untuk beristirahat ketika sudah alami kelelahan. Tentu saja karyawan yang lebih senior sudah bisa mengikuti ritme kerja. Leader kurang memberi perhatian pada kekuatan fisik karyawan. Pekerjaan pemeriksaan juga akan menghasilkan kelelahan mata. Perlu diatur latihan bagi karyawan baru. Mereka tak mungkin bisa disamakan dengan karyawan senior.

3.    Bekerja melebihi batas waktu

Bekerja melebihi batas waktu bukan sebagai indicator loyalitas tetapi perlu ditekankan sebagai wujud tanggung jawab. Jika tidak selesaikan, akan berdampak buruk bagi organisasi. Tetapi kelebihan waktu yang bersifat rutin berarti telah menjadi kewajiban atau tugas. Ketentuan ini menumbuhkan pemikiran bahwa jam kerja sudah berubah, dan tak ada kesempatan untuk menjalani makna hidup yang lain. Hidupnya hanya untuk kerja. Apalagi jika tak dibayar lembur. Meskipun dibayar lembur, tetapi jika tiap hari maka tak ada kehidupan lain selain kerja. Tak semua karyawan terus membutuhkan uang, hingga ia terus menerus menjalani kerja lebih dari waktu.

4.    Bekerja tambahan yang bukan menjadi jobdesnya.

Ada Sebagian karyawan yang berpandangan bahwa jobdes adalah skope kerjanya. Jika penugasan tidak sesuai dengan jobdes maka ia tak bersedia melakukannya. Mereka mau mengerjakan dengan terpaksa dan hasilnya tidak optimal. Umumnya karyawan demikian, menghendaki pekerjaan tambahannya dinilai dengan uang. Disini faktor penyebabnya adalah kurangnya pelatihan dan pembinaan dari HR dan leader. Karyawan telah dibayar sesuai dengan waktu kerjanya. Jika ia mengerjakan pekerjaan lain, tentu pekerjaan yang sesuai jobdesnya tak dikerjakan atau berkurang kegiatannya. Sepanjang penugasan itu diberikan dalam jam kerja, tentunya sudah terbayar dengan upahnya.

5.    Sikap senior dan tim kerja

Adapun yang termasuk disini adalah :

a.       Rekan kerja sikapnya tidak menerima karyawan baru. Adanya karyawan baru yang seharusnya membantu pekerjaan mereka malah tak diindahkan. Karyawan baru tidak disapa, didekati, ditanyakan apa kesulitannya, tak dibimbing tentang apa yang harus dilakukan. Sikap ini tumbuh dari sikap leader kepada karyawan.

b.       Tim kerja tak menerima kehadiran karyawan baru ketika diterapkan sistem bonus kelompok. Mereka menganggap hadirnya karyawan baru akan mengurangi besaran jumlah bonus per orang, padahal karyawan baru belum memberikan kontribusi penuh.

c.       Hadirnya karyawan baru sebagai pesaing bagi karyawan senior. Terutama jika penggajian tidak diatur sesuai dengam struktur dan skala upah.

6.    Sistem renumerasi

Ketika penggajian disusun dengan tak membedakan karyawan baru dan lama tentu menimbulkan ketidakpuasan. Struktur skala upah yang tak membedakan antara karyawan berprestasi dan yang tidak berprestasi akan menyebabkan dorongan berprestasi menjadi lemah. Struktur skala upa perlu mempertimbangkan pay for discipline, pay for knowledge dan pay for performance.

7.    Jalur karir

Karyawan dituntut serba bisa, taka da kelas atau grade pangkat karyawan atau jalur karir yang pendek tentu tak akan mampu mempertahankan karyawan yang berprestasi untuk tetap berada di perusahaan. Sistem pendidikan karyawan perlu didisain agar dapat menyiapkan karyawan-karyawan pengganti ketika ada karyawa keluar dari perusahaan.

8.    Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja yang toksik tak membuat karyawan betah tinggal di perusahaan. HR perlu mendisain pendidikan agar mindset karyawan menjadi positif.

9.    Sikap leader

Leader adalah penentu hasil akhir. Malik yang menentukan hasil. Oleh karena itu ilmu leadership tak pernah berhenti dan terus berkembang. Kamipun mendisain materi leader yang memiliki jumlah terbanyak. Karyawan keluar disebabkan karena sikap leader, semua karyawan membutuhkan pekerjaan, maka ia tak menolak kebijakan perusahaan yang telah disepakati, tak mempersoalkan peraturan perusahaan yang telah diterimanya, tak menolak program pengembangan kecuali ada support dari leader, ada sikap pembiaran dari leader. 


Bila bermanfaat, bagikan melalui :